Kerancuan Sistem Otonomi Daerah
Indonesia
Oleh : B.M Mulyanto
Indonesia adalah negara yang menerapkan sistem otonomi daerah dalam
pelaksaan pemerintahaan. Pelaksanaan otonomi daerah di indonesia sudah 14 tahun,
dimulai pada 1 Januari 2001-yang bertujuan untuk mengurangi beban pemerintah
pusat dan campur tangan tentang masalah kecil bidang pemerintah di tingkat
lokal, meningkatkan dukungan dan partisipasi dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan loka, untuk melatih masyarakat agar dapat mengatur urusan rumah
tangganya sendiri dan untuk mempercepat bidang pelayanan umum pemerintah kepada
masyarakat.
Tapi, ternyata tujuan adanya sistem otonomi daerah tidak baik bagi
Indonesia, terlihat masih banyaknya kerancuan dalam penerapannya dan potensi
konflik besar antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kerancuan disini
lebih melihat pasal 18 UUD NRI 1945 dan konflik yang terjadi lebih utama
berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya pendapatan. Walau sudah dua
kali rezim undang-undang mengatur hubungan kewenangan mengenai pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang tercantum dalam UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU
No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang di
gantikan oleh UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, berdasrkan pada pasal
18A ayat (2) UUD 1945, yang masih sulit sekali di tafsirkan dan masih rancu.
Sehingga berujung konflik pengelolaan sumber daya alam yang selalu merugikan
kepentingan pemerintahan daerah.
Seperti contoh kasus yang terjadi di kabupaten Bangkalis Provinsi
Riau yang memiliki eksplorasi minyak bumi. Dahulu sebelum pelaksanaan otonomi
daerah, pemerintah pusat lebih banyak menyerap dari pembagian hasil eksplorasi
minyak bumi antara pemerintah dan perusahaan asing multinasional. Dilihat dari
data tahun 1998 tentang dana bagi hasil eksplorasi minyak bumi yang
pengalirannya tanpa berujung ke pemerintah pusat sampai 30 trilyiun rupiah
pertahun. Sedangkan pemngembaliannya ke kabupaten Bengkalis hanya 0,007 persen
pertahun berkisaran 80 miliar rupiah. Jumlah 80 miliyar ini yang membiayai APBD
kabupaten Bengkalis selama setahun. Dikajian dari asas keadilan pengaturan dana
bagi hasil, bahwa belum sepenuhnya memenuhi syarat keadilian bagi masyarakat
tingkat daerah.
Sebenarnya dana bagi hasil yang di atur dalam UU No 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang alokasinya pada daerah berdasarkan angka presentase dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Sementara itu, dana bagi hasil bersumber
dari sumber daya alam yang berasal dari kehutanan, pertambangan umum,
perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan
panas bumi yang semua di atur dalam pasal 18 UUD 45 yang telah mengalami
amademen. Amademen Pasal 18 UUD NRI 1945 lahir sebab kekecewaan selama orde
lama dan orde baru yang cenderung sentralistik, sehingga masyarakatdaerah
mengalami ketidak adilan, yang pada akhirnya menimbulkan benih-benih
separatisme di beberapa daerah.
Jadi harus di akui bahwa selama setengah abad lebih kekayaan alam
daerah tidak dinikmati masyarakat daerah setempat, tapi lebih banyak dinikmati
oleh pemerintah pusat disebabkan permaslahan kewenangan dan pengelolaan
sumberdaya alam anatara pusat dan daerah belom tercangkup di dalam Pasal 18 UUD
1945 NRI. Tapi harus diakui pasal 18 UUD NRI 1945 ini memberikan aturan pokok mengenai asas-asas
pemerintahan daerah, yaitu asas konsertrasi, desentralisasi dan asas tugas
pembantuan.
Maka dapat di solusikan atas sebuah kerancuan dan konflik
pengelolaan SDA antara pemerintah Pusat dan daerah yaitu penerapan UU No 33
Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah menunjukkan
perkembangan otonomi yang mengarah pada tujuan
kesejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah Pusat khususnya lembaga
sektorat harus memberikan kewenangan yang penuh terhadap kabupaten atau kota
dalam hal pengelolaan SDA daerah. Dan hubungan kewenangan antara Pemerinta
Pusat dan Daerah tidak bersandarkan pada Pasal 18A ayat (2) UUD NKRI 1945, tapi
juga disandarkan pada pasal 33 ayat (3) UUD NKRI 1945. Sehingga pengelolaan
sumber daya alam yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat daerah
bertentangan dengan konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar