Rabu, 04 November 2015

opini



Kerancuan Sistem Otonomi Daerah Indonesia
Oleh : B.M Mulyanto
Indonesia adalah negara yang menerapkan sistem otonomi daerah dalam pelaksaan pemerintahaan. Pelaksanaan otonomi daerah di indonesia sudah 14 tahun, dimulai pada 1 Januari 2001-yang bertujuan untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah kecil bidang pemerintah di tingkat lokal, meningkatkan dukungan dan partisipasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan loka, untuk melatih masyarakat agar dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri dan untuk mempercepat bidang pelayanan umum pemerintah kepada masyarakat.
Tapi, ternyata tujuan adanya sistem otonomi daerah tidak baik bagi Indonesia, terlihat masih banyaknya kerancuan dalam penerapannya dan potensi konflik besar antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kerancuan disini lebih melihat pasal 18 UUD NRI 1945 dan konflik yang terjadi lebih utama berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya pendapatan. Walau sudah dua kali rezim undang-undang mengatur hubungan kewenangan mengenai pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang tercantum dalam UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang di gantikan oleh UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, berdasrkan pada pasal 18A ayat (2) UUD 1945, yang masih sulit sekali di tafsirkan dan masih rancu. Sehingga berujung konflik pengelolaan sumber daya alam yang selalu merugikan kepentingan pemerintahan daerah.
Seperti contoh kasus yang terjadi di kabupaten Bangkalis Provinsi Riau yang memiliki eksplorasi minyak bumi. Dahulu sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat lebih banyak menyerap dari pembagian hasil eksplorasi minyak bumi antara pemerintah dan perusahaan asing multinasional. Dilihat dari data tahun 1998 tentang dana bagi hasil eksplorasi minyak bumi yang pengalirannya tanpa berujung ke pemerintah pusat sampai 30 trilyiun rupiah pertahun. Sedangkan pemngembaliannya ke kabupaten Bengkalis hanya 0,007 persen pertahun berkisaran 80 miliar rupiah. Jumlah 80 miliyar ini yang membiayai APBD kabupaten Bengkalis selama setahun. Dikajian dari asas keadilan pengaturan dana bagi hasil, bahwa belum sepenuhnya memenuhi syarat keadilian bagi masyarakat tingkat daerah.
Sebenarnya dana bagi hasil yang di atur dalam UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang alokasinya pada daerah berdasarkan angka presentase dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sementara itu, dana bagi hasil bersumber dari sumber daya alam yang berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi yang semua di atur dalam pasal 18 UUD 45 yang telah mengalami amademen. Amademen Pasal 18 UUD NRI 1945 lahir sebab kekecewaan selama orde lama dan orde baru yang cenderung sentralistik, sehingga masyarakatdaerah mengalami ketidak adilan, yang pada akhirnya menimbulkan benih-benih separatisme di beberapa daerah.
Jadi harus di akui bahwa selama setengah abad lebih kekayaan alam daerah tidak dinikmati masyarakat daerah setempat, tapi lebih banyak dinikmati oleh pemerintah pusat disebabkan permaslahan kewenangan dan pengelolaan sumberdaya alam anatara pusat dan daerah belom tercangkup di dalam Pasal 18 UUD 1945 NRI. Tapi harus diakui pasal 18 UUD NRI 1945 ini  memberikan aturan pokok mengenai asas-asas pemerintahan daerah, yaitu asas konsertrasi, desentralisasi dan asas tugas pembantuan.
Maka dapat di solusikan atas sebuah kerancuan dan konflik pengelolaan SDA antara pemerintah Pusat dan daerah yaitu penerapan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah menunjukkan perkembangan otonomi yang mengarah pada tujuan  kesejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah Pusat khususnya lembaga sektorat harus memberikan kewenangan yang penuh terhadap kabupaten atau kota dalam hal pengelolaan SDA daerah. Dan hubungan kewenangan antara Pemerinta Pusat dan Daerah tidak bersandarkan pada Pasal 18A ayat (2) UUD NKRI 1945, tapi juga disandarkan pada pasal 33 ayat (3) UUD NKRI 1945. Sehingga pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat daerah bertentangan dengan konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar