1.
Manhajul Al Fiqr (Metode Berfikir)
Pada tahun 1997 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) meletakkan
Ahlussnnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai Manhajul Al Fiqr (metode berfikir).
Seperti yang disampaikan dalam buku saku Sahabat Chatibul Umam Wiranu, Membaca
Ulang Aswaja (PB PMII, 1997). Buku itu menjelaskan sebuah konsep dasar
Aswaja sebagai metode berfikirnya kader-kader PMII. Manhajul Al Fiqr
tidak lepas dari gagasan Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj Ketua Umum Tahfidziyyah
PBNU 2010 - 2015 & 2015 – sekarang. Konsep Aswaja sebagai Manhajul Al
Fiqr tersebut dipresentasikan pada acara seminar yang digelar oleh PB PMII
diawal 90-an.
Beliau, Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj mengemukakan bahwa “Ahlusunnah
wal- jamaah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang
mencangkupsemua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi
(Tawasuth), (awazun), (Tasamuh), maksudnya adalah moderasi, menjaga semua aspek
dalam seimbang dan berperilaku toleran”.
Maksud dari gagasan di atas berisi tentang perlunya Aswaja di
tafsirkan ulang dengan memberikan sebuah kebebasan lebih baik untuk para
intelektual dan ulama untuk mengkaji lebih lanjut dan serius dengan merujuk
langsung kepada sebuah metode yang di gunakan ulama dalam mengkaji keilmuan.
Jadi, Aswaja bukan hanya sebuah mazhab melainkan juga sebagai
sebuah metode untuk berfikir menghadapi permasalahan agama dari segala aspek
kehidupan, baik sosial masyarakat maupun tentang as-yiyasah atau
pemerintahan (kepemimpinan). Inilah makna Aswaja sebagai Manhajul Al Fiqr
yang dijadikan sebuah landasan dan paradigma Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII).
Selain itu, ada beberapa perinsip yang sudah menjadi sebuah tradisi
budaya dalam pesantren khususnya berkenaan kemasyarakatan dalam bangsa
Indonesia yaitu gotong-royong (Ta’awun). Gotong- royong disisni sangat
diperlukan dalam organisasi, sebab untuk mengukuhkan dan menjalankan sebuah organisasi
diperlukannya semangat gotong-royong untuk memajukan dan menjalankan organisasi
agar terus berjalan dan berkembang.
Disamping itu ada beberapa turunan yang masuk dalam sikap (Tawazun)
keseimbangan atau propesionalisme dalam berkepribadian untuk memunculkan sebuah
sikap yang adil dalam berbuat maksudnya adalah (Ta’adul). Adil yang dimaksud
adalah penegakan keadilan dalam segala hal baik dari diri pribadi manusia atau
sikap adi dalam bermasyarakat. Dengan adanya sebuah sikap adil maka semua akan
tercipta menjadi damai, tentram dan makmur untuk umat dan bangsa. Prinsip
selanjutnya yang masih berkesinambungan dengan prinsip-prinsip di atas adalah
sikap atau prinsip Amar ma’ruf Nahi Anil Munkar, karena para mubaligh
atau penceramah juga semua ulama tidak bosan-bosan selalu mengingatkan perihal Amar
Ma’ruf Nahi Anil Munkar sebagai sebuah kewajiban dari setiap muslim yang
taat serta bertaqwa.
Oleh karenanya PMII sebagai organisasi mahasiswa yang mempunyai
tujuan kemaslahatan untuk umat dan negeri, harus bisa menerapkan sebuah metode
berfikir (Manhajul Al Fiqr) didalam kehidupannya sehari-hari. Baik sebagai
seorang muslim, sebagai seorang warga negara yanga baik, dan sebagai seorang
murid atau mahasiswa.
Adapun prinsip-prinsip yang biasa di sebut 5T dan Amar Ma’ruf
Nahi Anil Munkar, sebagai berikut :
Tawasuth (moderat)
Para ulama sepakat bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah
orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencangkup semua aspek
kehidupan dengan berlandasan atas dasar moderasi. Maksudnya adalah moderat
disini dalam pengambilan sebuah hukum (istinbat) yaitu memperhatikan posisi
akal di samping itu memperhatikan posisi nash. Maksudnya, Aswaja
memberikan sebuah porsi yang seimbang
atara sebuah rujukan nash (Al Qur’an) dan al-sunnah (Al
Hadis) dengan penggunaan akal.
Jadi apabila di terapkan dan di ambil sebuah contoh kita tidak bisa memaknai atau mengikuti
sebuah nalar yang menekankan kapitalisme-liberal dan sosialisme-komunis disatu
pihak atau dilain pihak. Kita harus memiliki sebuah cara pandang yang otentik
tentang sebuah realita yang berhubungan dengan tradisi. Kita harus tetap
mempunyai sebuah prinsip dasar yang di pegang, jangan mengartikan terlalu
begajulan walau dalam konseptual Aswaja menekankan moderat, tapi kita harus bisa
memilah dan memilihnya dengan serius, kritis dan telitik untuk kemaslahatan
umat dan negeri.
Tasamuh (Toleran)
Sikap tasamuh disini di refleksikan dalam kehidupan sosial,
cara bergaul dalam kondisi budaya. Maksudnya sebagai seorang muslim atau kader
PMII harus bisa membaur dan menerima dengan baik pada muslim lain, atau pemeluk
agama yang lain. Sebab realitas masyarakat Indonesia yang plural, dalam budaya,
etnis, ideologi politik dan agama atau kepercayaan dipandang bukan hanya
realitas sosiologois, tapi juga realitas teologis. Artinya Tuhan telah sengaja
menciptakan manusia atau mahluknya berbeda-beda dalam berbagai macam sisi.
Sebagai kader PMII kita harus bisa menerapkan sikap toleran dan
terbuka terhadap semua golongan baik ia ingin menjadi sodara atau tidak. Sudah
bukan waktunya kita untuk berbangga pada satu golongan dengan golongan lain
apalagi menjelek-jelekkannya hanya karena persoalan sepele. Tapi kita
harus bisa membangun sebuah keberagaman yang menjadi satu untuk kebenaran yang
berbuah kemaslahatan dan kesentosaan umat dan bangsa.
Tawazun (keseimbangan/ propesionalisme)
Kaitannya dengan Nilai Dasar Pergerakan (NDP), tawazun
disini mempunyai makna seimbang. Maksudnya adalah setiap langkah dalam semua
sendi kehidupan beragama baik dzohiriyyah atau bathiniyyah senantiasa menggunakan prinsip keseimbangan.
Karena prinsip agama Islam yang mebalut dalam konsep habluminallah, habluminannas,
habluminal ‘alam.
Jadi keseimbangan disini menitik tekankan pada semua kader PMII
harus bisa menempatkan diri pada porsinya dan sesuai dengan tugas-tugasnya.
Contoh, sebagai mahasiswa yang berorganisasi kita harus bisa menempatkan diri
pada tempatnya, ketika kita menjadi mahasiswa harus bisa mengikuti semua
mekanisme yanga telah terlampir di kampus jangan sampai kita membenggalainya
sebab sebuah urusan organisasi. Begitu juga dalam organisasi kita harus bisa
menempatkan diri jangan sampai kita membenggalainya sebab urusan individu yang
tidak penting.
Ta’dul (keadilan)
Ta’adul berasal dari
kata ’adalah yang artinya adil. Adil disini dimaknai bukan berarti harus
sama atau setara. Tapi adil disini dimaknai sesuai dengan tempat dan
kebutuhannya.
Sebagai seorang kader PMII harus bisa menjadikan orang-orang
disekitarnya merasa adil. Maksudnya kaitanya adil yang luas, PMII bersama-sama
dengan semua komponen masyarakat, baik nasional atau global, bersungguh
bergerak merebut sebuah keadilan bagi seluruh umat manusia. Seperti keadilan dalam
ekonomi, keadilan dalam sosial, keadilan dalam politik, hukum, budaya,
pendidikan, agama, kepercayaan dan seluruh aspek kehidupan. Dengan itu sebagai
kader PMII harus berjuang dengan sungguh-sunggu merebut keadila yang terampas
tidak hanya berdiam diri, merenung dalam hayal, dan menunggu sebuah kepastian
yang tidak nyata.
Ta’awun (Gotong-royong)
“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan
keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat
kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua”. Sepenggal ungkapan Bung Karno dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.
Bung Hatta pernah berpidato di depan para penjabat kerajaan Belanda di Den-hag,
bahwa gotong royong merupakan identitas bangsa Indonesia. Gotong royong
bukanlah pameo asing di negeri ini, bukan juga sebuah kebudayaan baru, tapi
gotong royong sudah sejak dulu para orang tua atau leluhur kita menjadikannya
sebagai budaya bangsa. Wujudnya bisa dalam kerja bakti membangun sekolah,
pesantren, membersihkan lingkungan tempat tinggal, tolong menolong dalam pesta
adat, pesta pernikahan, atau tolong menolong saat bencana alam.
Jadi seorang kader PMII harus mempunya sikap yang gotong royong
dengan kerjasama baik individu maupun kelompok dalam mewujut sesuatu dengan
penuh kerelaan dan keikhlasan tanpa ada imbalan yang menjadih pamrih. Kader
PMII harus memunculkan sebuah sikap persaudaran yang tinggi antar sesama agar
dapat berjuang gotong royong dengan bahu membahu.
Amar Ma’ruf Nahi Anil Munkar
Kader PMII di haruskan bertindak dan ikut serta dalam Amar
Ma’ruf (menjalankan , mengajak
kebaikan) dan Nahi Munkar (mencegah kemungkaran) sesuai risalah
Rasulullah SAW. Dalam Amar Ma’ruf tidak boleh menjalankan dengan Munkar.
Sebaliknya menjalankan Nahi Munkar harus dengan cara Ma’ruf.
Implementasi Aswaja dalam Ideologi Gerakan
-
Al
Fikrah
Sebagaimana ditetapkan dalam khittah Nahdliyyin 1926, Aswaja
merupakan dijadikan salah satu cara berfikir sehingga menjadikan PMII berbeda
dengan kelompok Islam yang lain. Menurut PMII sebagai organisasi mahasiswa
ekstra kampus merefleksikan pemikiran Ahlussunnah Wal Jamaa’ah dengan cara
berfikir adalah cara berfikir yang dialektis dengan memperpadukan dalil-dalil
yang berupa (Naqliyyah) dengan dalil-dali (Aqliyyah) dan dalil-dali yang berupa
empiria atau (Waqi’i).
Maksudnya : Naqli ( Normatif)
Dalil dalam kitab Waraqat karangan Imam Haramain adalah secara bahasa petunjuk. Sedangkan menurut
istilah yaitu bukti yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyatakan
sesuatu itu benar atau salah. Dalil
naqli disini maksudnya adalah sebuah petunjuk yang di dasarkan pada nash Al Qur’an atau As sunnah yang dijadikan
sebagai bukti-bukti atau alasan-alasan tentang sebuah kebenaran atau ketidak
benaran sesuatu berdasarkan Nash.
Aqli (Logika)
Menurut bahasa dali aqli adalah sebuah petunjuk yang di dasarkan
pada akal. Sedangkan menurut istilah yaitu sebuah bukti-bukti yang di jadikan sebuah alasan tentang sesuatu itu
benar atau salah yang di dasarkan atas pertimbangan akal sehat manusia.
Jadi dalil aqli dapat digunakan membahas ilmu aqidah dan ilmu-ilmu
yang lain untuk sebuah pertimbangan logis dan dapat di terima oleh akal manusia.
Waqi’i (Empiris)
Emipiris disini maksudnya adalah sebuah dalil yang di gunakan untuk
mengetahui sebuah kebenaran dan menjadikan sebuah alasan dari sebuah perkara
antara yang benar atau salah berdasarkan sebuah pengalaman terutama khususnya
pengalaman itu diperoleh dari sebuah pengamatan, penelitian atau penemuan juga
percobaan yang telah dilakukan.
Jadi dalil Waqi’i disini adalah sebuah petunjuk untuk menghasilkan
bukti-bukti atau alasan dari sebuah permasalahan yang kaitanya jawabanya antara
benar atau salah dengan berdasarkan sebuah fakta lapangan yang riil terjadi
atau dari hasih pengamatan yang benar.
-
Amaliyyah
Dalam amaliyyah atau tindakan PMII berpandangan bahwa sebuah
tindakan didasari oleh sebuah kehendal Allah yang diperpadukan dari fikiran
manusia juga kehendak manusia itu sendiri. Oleh karenanya dalam bertindak PMII
tidak bersikap pasif dalam menghendaki sebuah permasalahan yang berkaitan
dengan agama dan bangsa. Tetapi berusaha untuk mencapai sebuah takdir lebih
baik untuk kemaslahatan umat manusia. Dalam teologi dikenal dengan kasab
(berjuang atau berusaha).
Tindakkan PMII tidak jauh untuk mendapatkan sebuah keberkahan dari
Allah dengan sesuai kolidor (Syariah) yang bermaslaha untuk agama dan bangsa
Indonesia. PMII juga bertindak mengikut (silsilah) yang runtun kepada
orang-orang tua dahulu sebagai pengawal dari tindakkan kePMIIan, dari
guru-gurunya sampai dengan ulama Sholihin, tabii’in, shohabat rasul dan
Rasulullah agar silsilah pergerakkannya tidak luput dari kebenaran. Dan PMII
menyumberkan tindakkanya untuk sebuah keutamaan ( Fadhillah) yang dapat manfaat
untuk keseluruhan baik bangsa, tanah air maupun ummat beragama.
Maksudnya: Syari’ah
Syariah yang bermaslaha tidak luput dari sebuah kajian ulama
sholihin yang di tuliskan dalam kitab-kitab. Kolidor penekanan syariah
mengikuti pendapat para ulama madzhab yang di representasikan dalam perbuatan
yang nyata juga sesuai dengan akal budi pekerti manusia.
Silsilah
Silsilah disini maksudnya sebuah rangkaian rantai yang
berkesinambungan antara satu murid dengan gurunya atau antara satu sahabat yang
lebih dahulu dengan sahabat yang menjadi patner atau kadernya. Sehingga
tindakan yang dilakukan konsisten tidak amburadul dan kena pada tujuan yang di
cita-citakan.
Fadhillah
Fadhillah dalam bahasa arab artinya keutamaan, maksudnya keutamaan
disini adalah sebuah sumber akhir dari tindak yang dilakukan oleh seorang kader
PMII dari semua perilaku yang di perbuat. Keutamaan di inginkan untuk
kemaslahatan yang merata dan kemanfaatn yang sejahtera untuk bumi pertiwi yang
tercinta.
-
Harakah
An Nahdliyyah
Pergerakan kaum Nahdliyyin yang merupakan ormas terbesar didunia
dan ikut andil besar dalam setiap perjuangan bangsa merebut kemerdekaan dari
bangsa kolonial itu tidak bukan adalah untuk sebuah perdamaian yang untuh dan
kesatuan yang satu, dengan menekankan nasionalis dan kerakyatan berdasarkan
ajaran Islam.
Nasionalis dan kerakyatan yang sesuai ajaran Islam disini dapat
dilihat dari 3 penekanan implimentasi yang di cirikan pada PMII. Adapun 3
pencirian tersebut yaitu :
Maksudnya: Ad diniyyah
(Keagamaan)
Ad diniyyah disini maksudnya adalah berlandaskan pada sebuah
keimanan yang kukuh dan keyaqinan yang kokoh terhadap Allah SWT sebagai sumber
inspirasi dalam berfikir dan bertindak. Menjalin sebuah persaudaraan yang erat
dengan medepankan sebuah sikap yang belas kasih atau mengasihi dengan sesama
mahluk. Menjunjung sebuah ahlaq yang baik dengan selalu jujur dan berbuat benar
dimanapun berada dan dengan siapapun.
Al Jinsiyyah (Kebangsaan)
Mengingat bangsa ini multi adat, budaya, bahasa, agama, keyaqinan
juga kepercayaan. Maka PMII mempunyai prinsip kebangsaan menekankan prulalitas
untuk mewadahi sebuah pengaman bangsa. Selain itu prinsip kebersamaan yang satu
sangat perlu untuk benteng penguat bangsa dari intervensi dan propokasi negara Asing
yang ingin menjajah Indonesia, baik dari penjajahan ekonomi, politik, budaya,
militer maupun kolonialisme imperialisme.
Al Jama’ah (Kerakyatan)
Dengan sudah terbentuknya sebuah komitmen bangsa maka dengan
bersama dan sendirinya terbentuk sebuah budaya kerakyatan yang kuat dan menjadi
identitas nasional. Maka sudah mesti nasionalisme berwatak antropologis itu
berdarah daging dalam diri rakyat.
2.
Manhajul At Thagoyur Al Ijtima’i
PMII menjadikan Ahlusunnah Wal Jam’ah An Nahdliyah sebagai Manhajul
Al Fiqr untuk medekontruksikan sekaligus merekontruksikan bentuk-bentuk
pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti
kekerasan, dan kritis-transformatif.
Jadi, semua pemahaman sikap dan prinsip organisasi PMII dalam
bergerak menggunakan nilai dan asas Aswaja An Nahdliyah, dan secara metode
bergerak menggunakan kerangka yang disebut Manhajul At Thagoyur Al Ijtima’i.
Manhajul Al Thagoyur Al Ijtima’i menjadikan
sebuah pergerakan perubahan sosial yang menekankan seluruh aspek perbuatannya
pada bangsaan dan rakyat, diawali dari perkara kecil perindividu yang di
konseptualisasikan dalam kelompok masyarakat yang nantinya bisa jadi sebuah
identitas bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar