Rabu, 04 November 2015

artikel



1.      Manhajul Al Fiqr (Metode Berfikir)
Pada tahun 1997 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) meletakkan Ahlussnnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai Manhajul Al Fiqr (metode berfikir). Seperti yang disampaikan dalam buku saku Sahabat Chatibul Umam Wiranu, Membaca Ulang Aswaja (PB PMII, 1997). Buku itu menjelaskan sebuah konsep dasar Aswaja sebagai metode berfikirnya kader-kader PMII. Manhajul Al Fiqr tidak lepas dari gagasan Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj Ketua Umum Tahfidziyyah PBNU 2010 - 2015 & 2015 – sekarang. Konsep Aswaja sebagai Manhajul Al Fiqr tersebut dipresentasikan pada acara seminar yang digelar oleh PB PMII diawal 90-an.
Beliau, Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj mengemukakan bahwa “Ahlusunnah wal- jamaah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencangkupsemua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi (Tawasuth), (awazun), (Tasamuh), maksudnya adalah moderasi, menjaga semua aspek dalam seimbang dan berperilaku toleran”.
Maksud dari gagasan di atas berisi tentang perlunya Aswaja di tafsirkan ulang dengan memberikan sebuah kebebasan lebih baik untuk para intelektual dan ulama untuk mengkaji lebih lanjut dan serius dengan merujuk langsung kepada sebuah metode yang di gunakan ulama dalam mengkaji keilmuan.
Jadi, Aswaja bukan hanya sebuah mazhab melainkan juga sebagai sebuah metode untuk berfikir menghadapi permasalahan agama dari segala aspek kehidupan, baik sosial masyarakat maupun tentang as-yiyasah atau pemerintahan (kepemimpinan). Inilah makna Aswaja sebagai Manhajul Al Fiqr yang dijadikan sebuah landasan dan paradigma Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Selain itu, ada beberapa perinsip yang sudah menjadi sebuah tradisi budaya dalam pesantren khususnya berkenaan kemasyarakatan dalam bangsa Indonesia yaitu gotong-royong (Ta’awun). Gotong- royong disisni sangat diperlukan dalam organisasi, sebab untuk mengukuhkan dan menjalankan sebuah organisasi diperlukannya semangat gotong-royong untuk memajukan dan menjalankan organisasi agar terus berjalan dan berkembang.
Disamping itu ada beberapa turunan yang masuk dalam sikap (Tawazun) keseimbangan atau propesionalisme dalam berkepribadian untuk memunculkan sebuah sikap yang adil dalam berbuat maksudnya adalah (Ta’adul). Adil yang dimaksud adalah penegakan keadilan dalam segala hal baik dari diri pribadi manusia atau sikap adi dalam bermasyarakat. Dengan adanya sebuah sikap adil maka semua akan tercipta menjadi damai, tentram dan makmur untuk umat dan bangsa. Prinsip selanjutnya yang masih berkesinambungan dengan prinsip-prinsip di atas adalah sikap atau prinsip Amar ma’ruf Nahi Anil Munkar, karena para mubaligh atau penceramah juga semua ulama tidak bosan-bosan selalu mengingatkan perihal Amar Ma’ruf Nahi Anil Munkar sebagai sebuah kewajiban dari setiap muslim yang taat serta bertaqwa.
Oleh karenanya PMII sebagai organisasi mahasiswa yang mempunyai tujuan kemaslahatan untuk umat dan negeri, harus bisa menerapkan sebuah metode berfikir (Manhajul Al Fiqr) didalam kehidupannya sehari-hari. Baik sebagai seorang muslim, sebagai seorang warga negara yanga baik, dan sebagai seorang murid atau mahasiswa.
Adapun prinsip-prinsip yang biasa di sebut 5T dan Amar Ma’ruf Nahi Anil Munkar, sebagai berikut :
Tawasuth (moderat)
Para ulama sepakat bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencangkup semua aspek kehidupan dengan berlandasan atas dasar moderasi. Maksudnya adalah moderat disini dalam pengambilan sebuah hukum (istinbat) yaitu memperhatikan posisi akal di samping itu memperhatikan posisi nash. Maksudnya, Aswaja memberikan sebuah porsi yang seimbang  atara sebuah rujukan nash (Al Qur’an) dan al-sunnah (Al Hadis) dengan penggunaan akal.
Jadi apabila di terapkan dan di ambil sebuah contoh  kita tidak bisa memaknai atau mengikuti sebuah nalar yang menekankan kapitalisme-liberal dan sosialisme-komunis disatu pihak atau dilain pihak. Kita harus memiliki sebuah cara pandang yang otentik tentang sebuah realita yang berhubungan dengan tradisi. Kita harus tetap mempunyai sebuah prinsip dasar yang di pegang, jangan mengartikan terlalu begajulan walau dalam konseptual Aswaja menekankan moderat, tapi kita harus bisa memilah dan memilihnya dengan serius, kritis dan telitik untuk kemaslahatan umat dan negeri.
Tasamuh (Toleran)
Sikap tasamuh disini di refleksikan dalam kehidupan sosial, cara bergaul dalam kondisi budaya. Maksudnya sebagai seorang muslim atau kader PMII harus bisa membaur dan menerima dengan baik pada muslim lain, atau pemeluk agama yang lain. Sebab realitas masyarakat Indonesia yang plural, dalam budaya, etnis, ideologi politik dan agama atau kepercayaan dipandang bukan hanya realitas sosiologois, tapi juga realitas teologis. Artinya Tuhan telah sengaja menciptakan manusia atau mahluknya berbeda-beda dalam berbagai macam sisi.
Sebagai kader PMII kita harus bisa menerapkan sikap toleran dan terbuka terhadap semua golongan baik ia ingin menjadi sodara atau tidak. Sudah bukan waktunya kita untuk berbangga pada satu golongan dengan golongan lain apalagi menjelek-jelekkannya hanya karena persoalan sepele. Tapi kita harus bisa membangun sebuah keberagaman yang menjadi satu untuk kebenaran yang berbuah kemaslahatan dan kesentosaan umat dan bangsa.
Tawazun (keseimbangan/ propesionalisme)
Kaitannya dengan Nilai Dasar Pergerakan (NDP), tawazun disini mempunyai makna seimbang. Maksudnya adalah setiap langkah dalam semua sendi kehidupan beragama baik dzohiriyyah atau bathiniyyah  senantiasa menggunakan prinsip keseimbangan. Karena prinsip agama Islam yang mebalut dalam konsep habluminallah, habluminannas, habluminal ‘alam.
Jadi keseimbangan disini menitik tekankan pada semua kader PMII harus bisa menempatkan diri pada porsinya dan sesuai dengan tugas-tugasnya. Contoh, sebagai mahasiswa yang berorganisasi kita harus bisa menempatkan diri pada tempatnya, ketika kita menjadi mahasiswa harus bisa mengikuti semua mekanisme yanga telah terlampir di kampus jangan sampai kita membenggalainya sebab sebuah urusan organisasi. Begitu juga dalam organisasi kita harus bisa menempatkan diri jangan sampai kita membenggalainya sebab urusan individu yang tidak penting.
Ta’dul (keadilan)
Ta’adul berasal dari kata ’adalah yang artinya adil. Adil disini dimaknai bukan berarti harus sama atau setara. Tapi adil disini dimaknai sesuai dengan tempat dan kebutuhannya.
Sebagai seorang kader PMII harus bisa menjadikan orang-orang disekitarnya merasa adil. Maksudnya kaitanya adil yang luas, PMII bersama-sama dengan semua komponen masyarakat, baik nasional atau global, bersungguh bergerak merebut sebuah keadilan bagi seluruh umat manusia. Seperti keadilan dalam ekonomi, keadilan dalam sosial, keadilan dalam politik, hukum, budaya, pendidikan, agama, kepercayaan dan seluruh aspek kehidupan. Dengan itu sebagai kader PMII harus berjuang dengan sungguh-sunggu merebut keadila yang terampas tidak hanya berdiam diri, merenung dalam hayal, dan menunggu sebuah kepastian yang tidak nyata.
Ta’awun (Gotong-royong)
“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua”. Sepenggal ungkapan Bung Karno dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945. Bung Hatta pernah berpidato di depan para penjabat kerajaan Belanda di Den-hag, bahwa gotong royong merupakan identitas bangsa Indonesia. Gotong royong bukanlah pameo asing di negeri ini, bukan juga sebuah kebudayaan baru, tapi gotong royong sudah sejak dulu para orang tua atau leluhur kita menjadikannya sebagai budaya bangsa. Wujudnya bisa dalam kerja bakti membangun sekolah, pesantren, membersihkan lingkungan tempat tinggal, tolong menolong dalam pesta adat, pesta pernikahan, atau tolong menolong saat bencana alam.
Jadi seorang kader PMII harus mempunya sikap yang gotong royong dengan kerjasama baik individu maupun kelompok dalam mewujut sesuatu dengan penuh kerelaan dan keikhlasan tanpa ada imbalan yang menjadih pamrih. Kader PMII harus memunculkan sebuah sikap persaudaran yang tinggi antar sesama agar dapat berjuang gotong royong dengan bahu membahu.
Amar Ma’ruf Nahi Anil Munkar
Kader PMII di haruskan bertindak dan ikut serta dalam Amar Ma’ruf  (menjalankan , mengajak kebaikan) dan Nahi Munkar (mencegah kemungkaran) sesuai risalah Rasulullah SAW. Dalam Amar Ma’ruf tidak boleh menjalankan dengan Munkar. Sebaliknya menjalankan Nahi Munkar harus dengan cara Ma’ruf.




Implementasi Aswaja dalam Ideologi Gerakan
-          Al Fikrah
Sebagaimana ditetapkan dalam khittah Nahdliyyin 1926, Aswaja merupakan dijadikan salah satu cara berfikir sehingga menjadikan PMII berbeda dengan kelompok Islam yang lain. Menurut PMII sebagai organisasi mahasiswa ekstra kampus merefleksikan pemikiran Ahlussunnah Wal Jamaa’ah dengan cara berfikir adalah cara berfikir yang dialektis dengan memperpadukan dalil-dalil yang berupa (Naqliyyah) dengan dalil-dali (Aqliyyah) dan dalil-dali yang berupa empiria atau (Waqi’i).
Maksudnya : Naqli ( Normatif)
Dalil dalam kitab Waraqat karangan Imam Haramain adalah  secara bahasa petunjuk. Sedangkan menurut istilah yaitu bukti yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyatakan sesuatu itu  benar atau salah. Dalil naqli disini maksudnya adalah sebuah petunjuk yang di dasarkan pada  nash Al Qur’an atau As sunnah yang dijadikan sebagai bukti-bukti atau alasan-alasan tentang sebuah kebenaran atau ketidak benaran sesuatu berdasarkan Nash.
Aqli (Logika)
Menurut bahasa dali aqli adalah sebuah petunjuk yang di dasarkan pada akal. Sedangkan menurut istilah yaitu sebuah bukti-bukti yang  di jadikan sebuah alasan tentang sesuatu itu benar atau salah yang di dasarkan atas pertimbangan akal sehat manusia.
Jadi dalil aqli dapat digunakan membahas ilmu aqidah dan ilmu-ilmu yang lain untuk sebuah pertimbangan logis dan dapat di terima oleh akal manusia.
Waqi’i (Empiris)
Emipiris disini maksudnya adalah sebuah dalil yang di gunakan untuk mengetahui sebuah kebenaran dan menjadikan sebuah alasan dari sebuah perkara antara yang benar atau salah berdasarkan sebuah pengalaman terutama khususnya pengalaman itu diperoleh dari sebuah pengamatan, penelitian atau penemuan juga percobaan yang telah dilakukan.
Jadi dalil Waqi’i disini adalah sebuah petunjuk untuk menghasilkan bukti-bukti atau alasan dari sebuah permasalahan yang kaitanya jawabanya antara benar atau salah dengan berdasarkan sebuah fakta lapangan yang riil terjadi atau dari hasih pengamatan yang benar.
-          Amaliyyah
Dalam amaliyyah atau tindakan PMII berpandangan bahwa sebuah tindakan didasari oleh sebuah kehendal Allah yang diperpadukan dari fikiran manusia juga kehendak manusia itu sendiri. Oleh karenanya dalam bertindak PMII tidak bersikap pasif dalam menghendaki sebuah permasalahan yang berkaitan dengan agama dan bangsa. Tetapi berusaha untuk mencapai sebuah takdir lebih baik untuk kemaslahatan umat manusia. Dalam teologi dikenal dengan kasab (berjuang atau berusaha).
Tindakkan PMII tidak jauh untuk mendapatkan sebuah keberkahan dari Allah dengan sesuai kolidor (Syariah) yang bermaslaha untuk agama dan bangsa Indonesia. PMII juga bertindak mengikut (silsilah) yang runtun kepada orang-orang tua dahulu sebagai pengawal dari tindakkan kePMIIan, dari guru-gurunya sampai dengan ulama Sholihin, tabii’in, shohabat rasul dan Rasulullah agar silsilah pergerakkannya tidak luput dari kebenaran. Dan PMII menyumberkan tindakkanya untuk sebuah keutamaan ( Fadhillah) yang dapat manfaat untuk keseluruhan baik bangsa, tanah air maupun ummat beragama.
Maksudnya: Syari’ah
Syariah yang bermaslaha tidak luput dari sebuah kajian ulama sholihin yang di tuliskan dalam kitab-kitab. Kolidor penekanan syariah mengikuti pendapat para ulama madzhab yang di representasikan dalam perbuatan yang nyata juga sesuai dengan akal budi pekerti manusia.
Silsilah
Silsilah disini maksudnya sebuah rangkaian rantai yang berkesinambungan antara satu murid dengan gurunya atau antara satu sahabat yang lebih dahulu dengan sahabat yang menjadi patner atau kadernya. Sehingga tindakan yang dilakukan konsisten tidak amburadul dan kena pada tujuan yang di cita-citakan.
Fadhillah
Fadhillah dalam bahasa arab artinya keutamaan, maksudnya keutamaan disini adalah sebuah sumber akhir dari tindak yang dilakukan oleh seorang kader PMII dari semua perilaku yang di perbuat. Keutamaan di inginkan untuk kemaslahatan yang merata dan kemanfaatn yang sejahtera untuk bumi pertiwi yang tercinta.
-          Harakah An Nahdliyyah
Pergerakan kaum Nahdliyyin yang merupakan ormas terbesar didunia dan ikut andil besar dalam setiap perjuangan bangsa merebut kemerdekaan dari bangsa kolonial itu tidak bukan adalah untuk sebuah perdamaian yang untuh dan kesatuan yang satu, dengan menekankan nasionalis dan kerakyatan berdasarkan ajaran Islam.
Nasionalis dan kerakyatan yang sesuai ajaran Islam disini dapat dilihat dari 3 penekanan implimentasi yang di cirikan pada PMII. Adapun 3 pencirian tersebut yaitu :
Maksudnya:  Ad diniyyah (Keagamaan)
Ad diniyyah disini maksudnya adalah berlandaskan pada sebuah keimanan yang kukuh dan keyaqinan yang kokoh terhadap Allah SWT sebagai sumber inspirasi dalam berfikir dan bertindak. Menjalin sebuah persaudaraan yang erat dengan medepankan sebuah sikap yang belas kasih atau mengasihi dengan sesama mahluk. Menjunjung sebuah ahlaq yang baik dengan selalu jujur dan berbuat benar dimanapun berada dan dengan siapapun.
Al Jinsiyyah (Kebangsaan)
Mengingat bangsa ini multi adat, budaya, bahasa, agama, keyaqinan juga kepercayaan. Maka PMII mempunyai prinsip kebangsaan menekankan prulalitas untuk mewadahi sebuah pengaman bangsa. Selain itu prinsip kebersamaan yang satu sangat perlu untuk benteng penguat bangsa dari intervensi dan propokasi negara Asing yang ingin menjajah Indonesia, baik dari penjajahan ekonomi, politik, budaya, militer maupun kolonialisme imperialisme.
Al Jama’ah (Kerakyatan)
Dengan sudah terbentuknya sebuah komitmen bangsa maka dengan bersama dan sendirinya terbentuk sebuah budaya kerakyatan yang kuat dan menjadi identitas nasional. Maka sudah mesti nasionalisme berwatak antropologis itu berdarah daging dalam diri rakyat.

2.      Manhajul At Thagoyur Al Ijtima’i
PMII menjadikan Ahlusunnah Wal Jam’ah An Nahdliyah sebagai Manhajul Al Fiqr untuk medekontruksikan sekaligus merekontruksikan bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti kekerasan, dan kritis-transformatif.
Jadi, semua pemahaman sikap dan prinsip organisasi PMII dalam bergerak menggunakan nilai dan asas Aswaja An Nahdliyah, dan secara metode bergerak menggunakan kerangka yang disebut Manhajul At Thagoyur Al Ijtima’i.
Manhajul Al Thagoyur Al Ijtima’i menjadikan sebuah pergerakan perubahan sosial yang menekankan seluruh aspek perbuatannya pada bangsaan dan rakyat, diawali dari perkara kecil perindividu yang di konseptualisasikan dalam kelompok masyarakat yang nantinya bisa jadi sebuah identitas bangsa.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar