Minggu, 23 Agustus 2015

cerpen

Afeksi Dalam Kubur
Oleh : B.M Mulyanto
Hawa subuh terasa sejuk, serasa malaikat datang memeluk alam, ayam jantan berkokok seraya membangunkan para insan yang beristirahat badan dengan lelap. Riup alam yang tenang menina bobokan cahaya yang malu untuk keluar. Adzan subuh berkumandang di masjid pusat perumahan kapling Malaka. Para jamaa’ah sholat beriringan datang satu demi satu. Selesai jama’ah sholat subuh Damar dan bapaknya pulang dan memasuki rumah. Mereka duduk di kasur springbet ruang keluarga. Suara kipas angin blower dan suara pembawa berita di tv menemani  perbincangan mereka.
“Mar, kamu tahu Anggun Banurasmi putrinya bapak Hartadi dan ibu Radmila, teman SD mu dan tetangga rumah kita yang dulu tinggal di kontrakan depan jalan rumah kita?”.
Bapaknya bertanya kepada Damar dan Damar menjawab.
“ iya, pak!, ada apa dengannya?”.
Muncul dalam benaknya suatu hal yang membuat penasaran, sebab bapaknya jarang sekali memulai pertanyaan obrolan ringan tentang seseorang temannya kalau tidak diceritakannya sendiri.
Bapaknya melanjutkan cakapnya.
“ Ia telah meninggal dunia Mar, tadi jam 3 pagi di Rumah Sakit Koja. Karena sakit Demam berdarah. Bapak dapat kabar ini dari pak Yanto tetangga satu RT-nya”.
Dengan memasang wajah serius mendengarkan informasi yang diberi bapaknya, Damar terkejut dan tidak menyangka kabar duka yang diterima dari bapaknya. Sebab Anggun masih sangat muda. Dua hari lalu Anggun sempat bertemu dan berbincang sapa denganku ( bisik hati yang bersuara )  dan ia terlihat sangat sehat. Tidak ada ciri-ciri orang yang sedang sakit. Lagi pula Anggun bekerja di Apotik dan kuliah di jurusan farmasi. Pasti kalau ia sakit, ia mengerti obat yang harus di konsumsinya.
Rasa ketidak percayaan menyelimutinya dan Damar memastikan informasi yang didapat dari bapaknya, dengan bertanya kebenarannya, apakah ini benar atau tidak?.
Sebelum dijawab oleh bapaknya. Terdengar suara keras yang memberikan informasi.
Suara toa masjid berkoar. Suara takmir masjid berkumandang. Bukan mengumandangkan adzan, iqomat dan pujian-pujian sholawat yang biasa didengar sebelum melaksanakan sholat jama’ah, menununggu imam sholat datang dan menunggu selesainya para jama’ah sholat sunnah ba’diyah. Tapi kumandang itu berkoar memberikan informasi meninggal dunianya seorang warga perumahan kapling itu.
“Innalillahi wainnailaihi roji’un 3x, telah berpulang ke rahmattullah Anggun Banurasmi binti bapak Hartadi, semoga amal ibadahnya di terima disisi Allah dan keluarga yang di tinggalkan di berikan ketabahan serta kesabaran”.
Damar lemas mendengar informasi itu. Seakan raga tak berdaya dan hati menolak. Ia berfikir memang benar kalau sudah ajalnya, tidak ada yang bisa menjamin dan dijamin apabila Allah sudah berkehendak. Semua hamba hanya bisa legowo (pasrah) menerima kehendak Allah. Baik orang tua, anak muda, bahkan bayi yang baru lahirpun apabila sudah datang waktunya malaikat maut bekerja menarik ruh. Kapanpun, dimanapun dan bersama siapapun seorang hamba tidak dapat menunda, memajukan, mengakhirkan ataupun meng-cancel ajal yang sudah dituliskan. Seorang hamba hanya dapat berusaha menjalankan semua ketaatan yang telah di perintahkan, berpasrah dengan semua yang telah di takdirkan dan bertawakal dari semua yang telah digariskan. Seorang hamba harus pintar-pintar mempersiapkan segala amal ibadah yang dapat dibawa ke alam selanjutnya.
Damar menyenderkan bahunya kebantal dan merebahkan tubuhnya ke kasur di dalam kamar. Alam akalnya kosong melihat kebelakang, yang teringat hanya kenangan masa kecilnya diwaktu SD bersama Anggun. Damar ingat betul dulu saat SD  ia sering mengejek dan menakali Anggun. Tapi seringkali saat ia melangsungkan ejekan dan kenakalannya ke Anggun. Anggun hanya diam tidak membalas dan memperdulikan ejekan dan kenakalannya. Walau terkadang Anggun membalas ejekan dan kenalakanya kalau sudah terlalu bosan diam dan menahan kekesalan. 
Damar hafal betul sifat-sfat yang ada didalam diri Anggun. Anggun adalah seorang wanita yang cerdas, konsisten, teliti, ambisus dan bercita-cita tinggi. Sehingga terhitung dari kelas satu sampai enam Anggun selalu  mendapatkan peringkat kelas, walau ia mempunyai saingan yang berat yaitu, Gendis Rananta dan Citra Pratista. Mereka selalu berebut-merebutkan piala kenaikan kelas yang di berikan oleh kepala sekolah saat prosesi acara kenaikan umum. Mereka bersaing secara sehat dengan selalu giat belajar, mengerjakan semua soal-soal yang diberikan guru, menyelesaikan semua tugas-tugas yang diberikan dan memahami semua pelajaran yang di ajarkan. Tapi, dalam sosial mereka akur dan berteman dekat. Bahkan terkadang apabila ada soal yang diantara mereka belum mengerti, mereka tidak segan saling membantu memberikan pemahaman.
***    ***   ***
Sore itu di Jogjakarta, Damar mengendarai sepeda motornya untuk berangkat kekampus. Susana jalan didekat kampusnya sangat ramai dan padat, menandai kepulangan pegawai tingkat bawah dan  siswa-siswi sekolah menengah atas dari aktivitas rutin yang mereka kerjakan, yaitu bekerja dan sekolah. Sebelah kanan dan kiri jalan tepatnya di belakang trotoar. Terlihat banyak pedagang makanan dan minuman yang baru saja datang membenahi dagangannya untuk memulai berjualan sampai malam hari.
Sesampainya di loby Fakultas. Damar terhambat sejenak, terdengar bunyi dering di hp Damar yang khusus untuk sms dan telpon. Damar duduk dibangku dekat papan tempel informasi mahasiswa. No baru tidak di kenal muncul dimonitor, menelpon. Sedikit bingung dan ingin tahu, Damar langsung mengangkat telpon itu.
“Assalamualaikum, maaf ini siapa?”. Percakapan awal yang dimulai Damar.
Tidak ada jawaban dari pertanyaan Damar. Hanya “hallo!, hallo! dan hallo!”.
Terdengar suara ibu-ibu paruh baya yang ada di telpon. Damar kembali bertanya dan mengaluskan bahasa serta suara untuk menghormati ibu itu.
“Maaf, ini siapa ya?. Dan ada yang bisa saya bantu?”.
Sedikit terdengar seduh suara ibu itu. Ibu itu memulai percakapannya.
“Maaf Mar, ini ibunya Anggun. Ibu Radmila. Apakah ibu mengganggu Damar?”. 
 Tanpa ada jawaban dari Damar. Ia masih terkejut dan tidak menyangka bahwa yang menelponnya itu ibunya Anggun. Padahal ia dan ibu Radmila ketika di rumah hanya sapa ramah saja. Tidak pernah membahas atau membicarakan hal yang serius dan penting. Tapi didalam telpon ini seperti ada hal penting dan serius yang ingin dibicarakan ibu Radmila kepadanya.  (hening sebentar dalam telpon),  ibu itu melanjutkan cakapnya.
“Maaf Mar sebelumnya, ibu menelpon ini ingin memeberitahukan bahwa besok 40 harinya Anggun. Ibu meminta tolong sama Damar jangan lupa mendoakan Anggun yaa (suara tangis yang tak tertahankan). Walau Damar jauh sedang belajar dan kuliah di Jogja, tapi Damar jangan sampai lupa dan memutus silaturahmi yaa!! sama keluarga Anggun (sendaan air mata mengiringi suara). Mar!, ibu tadi sedang membereskan berkas dan barang-barang Alm Anggun. Lalu ibu menemukan sebuah buku yang setahu ibu Alm Anggun saat hidup selalu menyimpannya dan tidak boleh seorang pun membacanya. Didalam buku itu ibu lihat, ada sebuah tulisan bahasa perasaan yang di berikan untuk seorangg pria yang sangat di sayangi. Alm Anggun menuliskan perasaan hati yang tertahan dengan orang lain tapi orang itu sudah mempunyai hati yang tidak dapat di gantikan. ia sangat sayang dengan pria itu, sangat cinta dengannya dan sangat merindukannya (suara tangis semakin menjadi). Ibu teringat dulu ketika Anggun ingin berpacaran dengan mu, Anggun meminta izin dan ridlo dengan ibu. Anggun bilang bahwa ia ingin sekali mempunyai suami yang pintar dalam wawasan agama agar dapat menjadi imam yang baik di keluarganya kelak. Ibu hanya dapat mengizinkan dan meridloi sebab ibu tahu bahwa jalan yang Anggun ambil itu jalan yang terbaik. Terlebih bahwa pacarnya itu kamu yang sudah lama pesantren dan sekarang kuliah di Universitas Islam, jadi pasti ilmu dan wawasan agamamu sudah memenuhi kriteria Anggun. Padahal Anggun tidak pernah pacaran dan meminta izin atau mengenalkan seseorangpun teman prianya di hadapan ibu. Padahal ibu sering mendapatkan cerita dari teman-teman dekatnya, bahwa ia banyak yang menyukai tapi Anggun tidak pernah mau dan merasa cocok. Ia hanya tetap mengukuhkan hatinya untuk satu pria, yaitu kamu Mar”.
Suasana menjadi hening karena ibu Radmila terlalu sedih menceritakan prihal anak kesayangannya yang selalu tidak pernah patah semangat, periang dan juga penyendiri serta tertutup dengan pribadinya. Damar memberanikan bersuara dan menenangkan suasana.
“Maaf bu sebelumnya. Saya insyaallah tidak akan pernah lupa untuk mendoakan Anggun, karena bagi sayang Anggun itu orang yang baik, teman yang selalu ada untuk temannya dan pasangan yang sangat pengertian. Jadi ibu yaqinlah bahwa Allah memberikan Anggun sebuah kebahagiaan yaitu, ni’mat dalam kubur. Pasti banyak yang mendoakanya karena banyak yang merasakan kehilangan Anggun”.
Seduhan tangisan masih menyelimuti Ibu Radmila. Dengan tangisan yang masih mengiringi suaranya, ibu itu berkata.
“Yasudah nak, ibu sudahi saja. Nanti bisa disambung lagi. Ibu takut menganggu aktifitas kamu nak, Asslamualaiku”.
Damar menjawab.
“baik kalau begitu. Ibu yang sabar dan tabah yaa!. Waalaikumssalam”.
Damar termenung dan berfkir.sekali-kali memegang janggut dan memebenarkan rambut gondrongnya. Dalam dadanya berkata. Apakah ini yang di katakan sebuah kasih sayang . Walau alam mereka tidak sama dan raga sudah tak berdaya tapi cinta selalu hidup. Perasaan serta hati menetap dalam rasa yang tidak ingin tergugah. Itu lah cinta dan sayangnya Anggun kepadaku.
****     ****    ****
Tiga hari setelah 40 harinya Anggun. “Ekh ...ekh..ekh..”. Desahan keras dari mulut dan hidung Damar. Rasa takut dan penasaran bersarang. Ia melihat seorang wanita bergaun putih dan kerudung putih tanpa corak berdiri didepannya. Wajahnya seperti Anggun, memasang senyuman khas Anggun. Dengan memberanikan diri, Damar bertanya pada wanita itu.
“Kamu Anggun Banurasmi?”.
Wanita itu tetap memberikan senyumnya dan tanpa disadari sudah menghilang di hadapan Damar.
Terdengar suara keras tanpa wujud.
“Damar Aku selalu mencintai dan menyayangimu, jaga baik-baik hubunganmu dengan Gendis dan doakan aku selalu yaa.”
Damar kaget dan terbangun dari tidurnya yang memimpikan Anggun. Ia mengambil segelas air untuk menenangkan diri dan menyegarkan tenggorokkannya lalu melamun. Dalam lamunnya hatinya berkata. Anggun memang benar-benar orang yang baik, walau raganya sudah meninggal dunia tapi hatinya tetap pengertian mementingkan kebahagian hati orang yang disayangnya. Ia tetap rela melihat kebahagiaan orang yang disayangnya dengan orang lain walau ia tidak bahagia dengan hatinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar