Afeksi Dalam Kubur
Oleh : B.M Mulyanto
Hawa subuh terasa sejuk, serasa malaikat datang memeluk alam, ayam
jantan berkokok seraya membangunkan para insan yang beristirahat badan dengan
lelap. Riup alam yang tenang menina bobokan cahaya yang malu untuk keluar. Adzan
subuh berkumandang di masjid pusat perumahan kapling Malaka. Para jamaa’ah
sholat beriringan datang satu demi satu. Selesai jama’ah sholat subuh Damar dan
bapaknya pulang dan memasuki rumah. Mereka duduk di kasur springbet ruang
keluarga. Suara kipas angin blower dan suara pembawa berita di tv menemani perbincangan mereka.
“Mar, kamu tahu Anggun Banurasmi putrinya bapak Hartadi dan ibu
Radmila, teman SD mu dan tetangga rumah kita yang dulu tinggal di kontrakan
depan jalan rumah kita?”.
Bapaknya bertanya kepada Damar dan Damar menjawab.
“ iya, pak!, ada apa dengannya?”.
Muncul dalam benaknya suatu hal yang membuat penasaran, sebab bapaknya
jarang sekali memulai pertanyaan obrolan ringan tentang seseorang temannya kalau
tidak diceritakannya sendiri.
Bapaknya melanjutkan cakapnya.
“ Ia telah meninggal dunia Mar, tadi jam 3 pagi di Rumah Sakit
Koja. Karena sakit Demam berdarah. Bapak dapat kabar ini dari pak Yanto
tetangga satu RT-nya”.
Dengan memasang wajah serius mendengarkan informasi yang diberi
bapaknya, Damar terkejut dan tidak menyangka kabar duka yang diterima dari
bapaknya. Sebab Anggun masih sangat muda. Dua hari lalu Anggun sempat bertemu
dan berbincang sapa denganku ( bisik hati yang bersuara ) dan ia terlihat sangat sehat. Tidak ada
ciri-ciri orang yang sedang sakit. Lagi pula Anggun bekerja di Apotik dan
kuliah di jurusan farmasi. Pasti kalau ia sakit, ia mengerti obat yang harus di
konsumsinya.
Rasa ketidak percayaan menyelimutinya dan Damar memastikan
informasi yang didapat dari bapaknya, dengan bertanya kebenarannya, apakah ini
benar atau tidak?.
Sebelum dijawab oleh bapaknya. Terdengar suara keras yang
memberikan informasi.
Suara toa masjid berkoar. Suara takmir masjid berkumandang. Bukan
mengumandangkan adzan, iqomat dan pujian-pujian sholawat yang biasa didengar
sebelum melaksanakan sholat jama’ah, menununggu imam sholat datang dan menunggu
selesainya para jama’ah sholat sunnah ba’diyah. Tapi kumandang itu berkoar
memberikan informasi meninggal dunianya seorang warga perumahan kapling itu.
“Innalillahi wainnailaihi roji’un 3x, telah berpulang ke
rahmattullah Anggun Banurasmi binti bapak Hartadi, semoga amal ibadahnya di terima
disisi Allah dan keluarga yang di tinggalkan di berikan ketabahan serta
kesabaran”.
Damar lemas mendengar informasi itu. Seakan raga tak berdaya dan
hati menolak. Ia berfikir memang benar kalau sudah ajalnya, tidak ada yang bisa
menjamin dan dijamin apabila Allah sudah berkehendak. Semua hamba hanya bisa
legowo (pasrah) menerima kehendak Allah. Baik orang tua, anak muda, bahkan bayi
yang baru lahirpun apabila sudah datang waktunya malaikat maut bekerja menarik
ruh. Kapanpun, dimanapun dan bersama siapapun seorang hamba tidak dapat
menunda, memajukan, mengakhirkan ataupun meng-cancel ajal yang sudah
dituliskan. Seorang hamba hanya dapat berusaha menjalankan semua ketaatan yang
telah di perintahkan, berpasrah dengan semua yang telah di takdirkan dan bertawakal
dari semua yang telah digariskan. Seorang hamba harus pintar-pintar
mempersiapkan segala amal ibadah yang dapat dibawa ke alam selanjutnya.
Damar menyenderkan bahunya kebantal dan merebahkan tubuhnya ke
kasur di dalam kamar. Alam akalnya kosong melihat kebelakang, yang teringat
hanya kenangan masa kecilnya diwaktu SD bersama Anggun. Damar ingat betul dulu
saat SD ia sering mengejek dan menakali
Anggun. Tapi seringkali saat ia melangsungkan ejekan dan kenakalannya ke
Anggun. Anggun hanya diam tidak membalas dan memperdulikan ejekan dan
kenakalannya. Walau terkadang Anggun membalas ejekan dan kenalakanya kalau
sudah terlalu bosan diam dan menahan kekesalan.
Damar hafal betul sifat-sfat yang ada didalam diri Anggun. Anggun
adalah seorang wanita yang cerdas, konsisten, teliti, ambisus dan bercita-cita
tinggi. Sehingga terhitung dari kelas satu sampai enam Anggun selalu mendapatkan peringkat kelas, walau ia
mempunyai saingan yang berat yaitu, Gendis Rananta dan Citra Pratista. Mereka selalu
berebut-merebutkan piala kenaikan kelas yang di berikan oleh kepala sekolah
saat prosesi acara kenaikan umum. Mereka bersaing secara sehat dengan selalu
giat belajar, mengerjakan semua soal-soal yang diberikan guru, menyelesaikan
semua tugas-tugas yang diberikan dan memahami semua pelajaran yang di ajarkan.
Tapi, dalam sosial mereka akur dan berteman dekat. Bahkan terkadang apabila ada
soal yang diantara mereka belum mengerti, mereka tidak segan saling membantu
memberikan pemahaman.
*** *** ***
Sore itu di Jogjakarta, Damar mengendarai sepeda motornya untuk
berangkat kekampus. Susana jalan didekat kampusnya sangat ramai dan padat,
menandai kepulangan pegawai tingkat bawah dan
siswa-siswi sekolah menengah atas dari aktivitas rutin yang mereka
kerjakan, yaitu bekerja dan sekolah. Sebelah kanan dan kiri jalan tepatnya di
belakang trotoar. Terlihat banyak pedagang makanan dan minuman yang baru saja
datang membenahi dagangannya untuk memulai berjualan sampai malam hari.
Sesampainya di loby Fakultas. Damar terhambat sejenak, terdengar
bunyi dering di hp Damar yang khusus untuk sms dan telpon. Damar duduk dibangku
dekat papan tempel informasi mahasiswa. No baru tidak di kenal muncul
dimonitor, menelpon. Sedikit bingung dan ingin tahu, Damar langsung mengangkat
telpon itu.
“Assalamualaikum, maaf ini siapa?”. Percakapan awal yang dimulai
Damar.
Tidak ada jawaban dari pertanyaan Damar. Hanya “hallo!, hallo! dan
hallo!”.
Terdengar suara ibu-ibu paruh baya yang ada di telpon. Damar
kembali bertanya dan mengaluskan bahasa serta suara untuk menghormati ibu itu.
“Maaf, ini siapa ya?. Dan ada yang bisa saya bantu?”.
Sedikit terdengar seduh suara ibu itu. Ibu itu memulai
percakapannya.
“Maaf Mar, ini ibunya Anggun. Ibu Radmila. Apakah ibu mengganggu
Damar?”.
Tanpa ada jawaban dari Damar.
Ia masih terkejut dan tidak menyangka bahwa yang menelponnya itu ibunya Anggun.
Padahal ia dan ibu Radmila ketika di rumah hanya sapa ramah saja. Tidak pernah
membahas atau membicarakan hal yang serius dan penting. Tapi didalam telpon ini
seperti ada hal penting dan serius yang ingin dibicarakan ibu Radmila
kepadanya. (hening sebentar dalam
telpon), ibu itu melanjutkan cakapnya.
“Maaf Mar sebelumnya, ibu menelpon ini ingin memeberitahukan bahwa
besok 40 harinya Anggun. Ibu meminta tolong sama Damar jangan lupa mendoakan
Anggun yaa (suara tangis yang tak tertahankan). Walau Damar jauh sedang belajar
dan kuliah di Jogja, tapi Damar jangan sampai lupa dan memutus silaturahmi yaa!!
sama keluarga Anggun (sendaan air mata mengiringi suara). Mar!, ibu tadi sedang
membereskan berkas dan barang-barang Alm Anggun. Lalu ibu menemukan sebuah buku
yang setahu ibu Alm Anggun saat hidup selalu menyimpannya dan tidak boleh
seorang pun membacanya. Didalam buku itu ibu lihat, ada sebuah tulisan bahasa
perasaan yang di berikan untuk seorangg pria yang sangat di sayangi. Alm Anggun
menuliskan perasaan hati yang tertahan dengan orang lain tapi orang itu sudah
mempunyai hati yang tidak dapat di gantikan. ia sangat sayang dengan pria itu,
sangat cinta dengannya dan sangat merindukannya (suara tangis semakin menjadi).
Ibu teringat dulu ketika Anggun ingin berpacaran dengan mu, Anggun meminta izin
dan ridlo dengan ibu. Anggun bilang bahwa ia ingin sekali mempunyai suami yang
pintar dalam wawasan agama agar dapat menjadi imam yang baik di keluarganya
kelak. Ibu hanya dapat mengizinkan dan meridloi sebab ibu tahu bahwa jalan yang
Anggun ambil itu jalan yang terbaik. Terlebih bahwa pacarnya itu kamu yang
sudah lama pesantren dan sekarang kuliah di Universitas Islam, jadi pasti ilmu
dan wawasan agamamu sudah memenuhi kriteria Anggun. Padahal Anggun tidak pernah
pacaran dan meminta izin atau mengenalkan seseorangpun teman prianya di hadapan
ibu. Padahal ibu sering mendapatkan cerita dari teman-teman dekatnya, bahwa ia
banyak yang menyukai tapi Anggun tidak pernah mau dan merasa cocok. Ia hanya
tetap mengukuhkan hatinya untuk satu pria, yaitu kamu Mar”.
Suasana menjadi hening karena ibu Radmila terlalu sedih
menceritakan prihal anak kesayangannya yang selalu tidak pernah patah semangat,
periang dan juga penyendiri serta tertutup dengan pribadinya. Damar
memberanikan bersuara dan menenangkan suasana.
“Maaf bu sebelumnya. Saya insyaallah tidak akan pernah lupa untuk
mendoakan Anggun, karena bagi sayang Anggun itu orang yang baik, teman yang
selalu ada untuk temannya dan pasangan yang sangat pengertian. Jadi ibu
yaqinlah bahwa Allah memberikan Anggun sebuah kebahagiaan yaitu, ni’mat dalam
kubur. Pasti banyak yang mendoakanya karena banyak yang merasakan kehilangan
Anggun”.
Seduhan tangisan masih menyelimuti Ibu Radmila. Dengan tangisan
yang masih mengiringi suaranya, ibu itu berkata.
“Yasudah nak, ibu sudahi saja. Nanti bisa disambung lagi. Ibu takut
menganggu aktifitas kamu nak, Asslamualaiku”.
Damar menjawab.
“baik kalau begitu. Ibu yang sabar dan tabah yaa!.
Waalaikumssalam”.
Damar termenung dan berfkir.sekali-kali memegang janggut dan
memebenarkan rambut gondrongnya. Dalam dadanya berkata. Apakah ini yang di
katakan sebuah kasih sayang . Walau alam mereka tidak sama dan raga sudah tak
berdaya tapi cinta selalu hidup. Perasaan serta hati menetap dalam rasa yang
tidak ingin tergugah. Itu lah cinta dan sayangnya Anggun kepadaku.
**** **** ****
Tiga hari setelah 40 harinya Anggun. “Ekh ...ekh..ekh..”. Desahan keras
dari mulut dan hidung Damar. Rasa takut dan penasaran bersarang. Ia melihat
seorang wanita bergaun putih dan kerudung putih tanpa corak berdiri didepannya.
Wajahnya seperti Anggun, memasang senyuman khas Anggun. Dengan memberanikan
diri, Damar bertanya pada wanita itu.
“Kamu Anggun Banurasmi?”.
Wanita itu tetap memberikan senyumnya dan tanpa disadari sudah
menghilang di hadapan Damar.
Terdengar suara keras tanpa wujud.
“Damar Aku selalu mencintai dan menyayangimu, jaga baik-baik
hubunganmu dengan Gendis dan doakan aku selalu yaa.”
Damar kaget dan terbangun dari tidurnya yang memimpikan Anggun. Ia
mengambil segelas air untuk menenangkan diri dan menyegarkan tenggorokkannya
lalu melamun. Dalam lamunnya hatinya berkata. Anggun memang benar-benar orang
yang baik, walau raganya sudah meninggal dunia tapi hatinya tetap pengertian
mementingkan kebahagian hati orang yang disayangnya. Ia tetap rela melihat
kebahagiaan orang yang disayangnya dengan orang lain walau ia tidak bahagia
dengan hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar